DIARY KEHIDUPAN SI WANITA TUA
Pagi- pagi sekali disaat semua masyarakat kota masih terlelap tidur. Seorang wanita tua bernama Mak Onah sudah siap dengan barang dagangannya, yaitu berbagai macam gorengan, surabi, dan kue-kue lainnya.
Ia telah mengerjakan pekerjaan rumahnya, juga melaksanakan kewajiban seorang muslim yaitu mengerjakan sholat shubuh. Ia juga telah siap dengan buku-buku yang akan dia bawa
untuk mengajar nanti, tepat! Dia adalah seorang guru di desa Pulau Tiru. Dia telah melaksanakan pengabdian pada negara selama 30 tahun. Tidak seperti guru-guru di kota, yang merasakan kehidupan layak, Dia hanya mendapat gaji sebesar 250 ribu/bulan. Walaupun begitu ia tetap mempunyai tekad yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya. Setiap harinya, sebelum bekerja ia membuat gorengan dan surabi untuk dijual dan dititipkan di warung-warung.
Dia juga menjadi buruh cuci setiap harinya. Sepulang bekerja menjadi guru, ia menghampiri rumah-rumah untuk mengambil cucian/ baju kotor yang akan ia cuci. Ia juga menjadi guru bagi petani atau pekerja buruh yang buta huruf, ini semua dilakukannya untuk membuat desanya maju.
Pagi itu sekitar jam 6 pagi, Mak Onah sudah siap untuk menjajakan dagangannya ke warung warung yang biasa dititipi kue dan gorengan juga surabi Mak Onah.
“Pagi Mak Onah.. hari ini ada kue apa saja?” ujar si penjaga warung ramah.
“ Pagi.. ah, seperti biasa saja dek’. Tak ada yang istimewa.” Mak Onah tersenyum kecil.
“Ah si emak, kuenya kan enak-enak, masa ga istimewa? Ya istimewa sekali atuh mak, Haha” canda tukang warung.
“ Ahaha, yasudah, emak mau ke warung bu teti dulu ya. Sudah siang nih,” pamit Mak Onah.
Mak Onah pun berjalan sambil membawa satu nampan besar kue & gorengan, juga satu tas besar buku untuk mengajar. Dengan semangat ia berjalan, setiap orang ia sapa dan disenyumi. Orang- orang desa tau kalo Mak Onah sangat ramah dan baik hati.
Gorengan pun selesai dititipkan. Jam menunjukan pukul 07.30, Mak Onah pun berjalan menuju tempat biasa ia mengajar. Tempat tersebut tidak layak disebut gedung sekolah karena memang kumuh dan sangat kotor,walaupun begitu, Mak Onah dan anak-anak selalu semangat.
“Teng teng teng!” lonceng sekolah berbunyi. Mak Onah pun telah siap di depan pintu kelas. Anak anak yang tengah berbaris tersenyum cerah melihat kedatangan Mak Onah. Mereka masuk ke dalam kelas dengan semangat 45, Mak Onah pun tersenyum senang.
“Assalamualaikum, selamat pagi bu guru..” ujar anak anak.
“Waalaikumsalam anak anakku tercinta.. Bagaimana kabar kalian saat ini?” tanya Mak Onah dengan sangat ramah.
“Baik buu, Bagaimana dengan ibu? Semoga masih dalam lindungan Allah SWT, amin. “ murid murid Mak Onah sangat menyukai Mak Onah karena cara mengajarnya asik, ramah dan menyenangkan.
“Alhamdulilah, seperti yang kalian lihat, ibu masih sehat. Sampai dimana pelajaran kita kemarin?”.
“Sampai di iman kepada kitab Allah,” jawab salah seorang murid.
“oke, biar semangat kita bernyanyi sebentar,”. Mak Onah dan anak anak pun bernyanyi. Lalu kegiatan dilanjut dengan belajar.
Tak terasa waktu sudah hampir sore, Mak Onah pun bersiap untuk pulang. Ia pun berjalan menuju rumah-rumah yang akan ia bawa cuciannya. Dalam mencuci ini upahnya 15000. Setelah mengambil baju kotor yang akan ia cuci. Ia pun pulang ke rumah. Adzan Maghrib berkumandang, syukurlah Mak Onah sudah sampai di rumahnya yang mungil ,sederhana, tapi rapi dan apik.
Setelah beristirahat sejenak, Mak Onah langsung mengambil air wudhu lalu menunaikan shalat fardhu maghrib. Ia lalu berdoa kepada Allah SWT, agar diberi kesehatan, rezeki yang cukup, dan iman yang kukuh. Selesai shalat dan berdoa Mak Onah mencuci baju- baju kotor tadi. Dengan tekun semua ini Mak Onah jalani setiap hari, meski waktu istirahatnya sebentar, dan ia hidup serba pas-pasan tapi ia nampak selalu bahagia. Ia selalu berusaha sendiri, karena ia seorang janda. Yaa, suaminya meninggal saat umurnya 45 tahun. Kedua anaknya tengah bekerja di kota. Acara cuci mencuci pun selesai, kini saatnya Mak Onah istirahat, makan dan bersantai.
Hari ini Mak Onah makan enak, yaitu dengan ayam goreng. Dengan lahapnya ia menyantap makanan yang memang jarang sekali ia santap. Setelah kenyang, Mak Onah beristirahat sejenak di tikarnya sambil mendengarkan siaran berita di radio. Siaran berita pun selesai, Mak Onah beranjak untuk tidur.
Besoknya sekitar pukul 3 shubuh Mak Onah sudah siap untuk membuat kue juga gorengan. Hari ini ia dibanjiri pesanan, Bu Lurah akan mengadakan Arisan dengan ibu – ibu pejabat. Ia memesan kue-kue enak , juga gorengan pada Mak Onah. Selesai membuat gorengan dan kue, Mak Onah pergi mengambil air wudhu lalu kemudian melaksanakan shalat shubuh. Selesai shalat ia berdzikir dan berdoa. Jam baru menunjukan pukul 05.30, Mak Onah bersiap untuk mandi.
Selesai mandi dan berganti pakaian seperti biasa, Mak Onah pergi ke warung untuk menitipkan kue dan gorengannya. Dan memberikan kue juga gorengan pesanan Bu Lurah. Hari ini ia akan ambil gaji di kantor pos. Maka dengan cepat ia ke warung, menitipkan kue yg baru dan mengambil hasil yang kemarin. Lalu berjalan menuju kantor pos.
Sesampainya di kantor pos, ia langsung masuk dan mengantre. Lumayan dapat antrean nomor 3. Yaa, memang tak cukup lama sih, karena memang pos masi sepi. Gaji sudah ia dapatkan. Kini ia akan berbelanja ke pasar. Membeli semua kebutuhan pokoknya. Mulai dari beras, sampai bahan – bahan untuk kue dan gorengan. Sesudah itu ia pulang, kebetulan hari ini Mak Onah kerja siang alias tidak ada jam pagi. Selesai menata barang – barang yang tadi ia beli, kemudian ia pergi menuju dapurnya dan hanya ditemukan seonggok kayu bakar. “nanti beli kayu bakar ah,” gumam Mak Onah dalam hati.
Karena waktu sudah menunjukan pukul sembilan, Mak Onah pun bergegas pergi ke sekolah. Di wajahnya yang keriput namun terlihat semangat untuk memajukan anak anak bangsa.
Sesampainya di sekolah, murid-murid menyambutnya dengan riang, Mak Onah membalasnya dengan pelukan hangat.
“Assalamualaikum ibu, hari ini kami senang sekali! Karena kami masih bisa belajar dengan ibu.” Ujar salah seorang murid mewakili yang lainnya.
“Waalaikumsalam, ayoo lekas kita masuk kelas dan belajar.” Mak Onah mengajak anak muridnya.
Setelah sampai di kelas, anak- anak diajak bernyanyi kembali agar semangat belajarnya meningkat. Pelajaran hari ini adalah keterampilan menggambar bebas. Dengan riangnya anak-anak menggambar apa yang ada di imajinasinya. Mak Onah membiarkan mereka asik dengan gambar dan dunia imajinasinya.
Lonceng pulang pun berbunyi. Mak Onah bersiap untuk pergi ke ladang, yaa ia akan mengajari petani buta huruf.
Ia melangkah menuju saung. Saung adalah tempat para petani itu belajar. Para petani sudah menunggunya sejak tadi, mereka sangat bersemangat untuk belajar cara membaca dan menulis. Akhirnya Mak Onah sampai. Dan pelajaran membaca pun dimulai. Setelah selesai dilanjut dengan pelajaran menulis. Mak Onah dengan sabar dan teliti mengajari mereka.
Jam belajar habis. Para petani harus kembali ke ladang, dan ternaknya. Mak Onah pun harus mengajar di gudang pabrik. Karena masih ada buruh – buruh pabrik yang buta huruf. Mak Onah melangkah dengan cepat, ia tak mau buang-buang waktu. Tak sampai 5 menit, ia sudah sampai di gudang.
“Selamat siang Mak Onah,” ujar salah seorang buruh perempuan yang bernama rubby.
“Selamat siang rubby, selamat siang semuanya.” Sapa Mak Onah.
“Selamat siang mak.” Balas semua buruh-buruh itu.
“Oke, kita mulai saja pelajaran hari ini. Agar waktu tak terbuang sia-sia.” Ujar Mak Onah mempersingkat waktu.
Pelajaran baca & tulis pun dimulai. Para buruh dan petani menyimak pelajaran dengan seksama. Mereka tak ingin kalah oleh anak-anak mereka yang sudah pandai baca & tulis. Mak Onah tersenyum puas. Ia yakin suatu saat nanti desanya akan maju.
Beberapa waktu selang berlalu, tak terasa waktu pun kian sore. Mak Onah bergegas pulang. Ia hendak mengembalikan cucian-cucian yang kemarin ia cuci. Setelah mengembalikan cucian dan mengambil baju kotor kembali. Mak Onah beranjak pulang. Sesampainya di rumah, Mak Onah bersantai sejenak sambil memikirkan saran Bu Lurah tadi pagi, yaitu untuk membuka toko kue dan gorengan asli Mak Onah. Biaya pembangunan toko didukung dan dibiayai oleh Bu Lurah juga temannya yang kebetulan seorang pengusaha.
Sambil memikirkan ide Bu Lurah tadi, Mak Onah memutuskan untuk sambil mencuci pakaian kotor. Sesudah mencuci, Mak Onah pun lekas mandi lalu berwudhu, karena adzan maghrib telah berkumandang. Mak Onah memutuskan untuk shalat terlebih dahulu. Saat bersujud pada-Nya, Mak Onah merasakan sesak nafas di bagian dada. Sering kali hal ini terjadi. Ya, Mak Onah menderita penyakit jantung. Tetapi ia tak memiliki modal untuk berobat, uang gajinya habis ia pakai untuk modal dagang dan membeli alat cuci. Mak Onah begitu sabar dengan semua cobaan ini.
Sakit yang dirasa oleh Mak Onah, melebihi sakitnya ditusuk jarum di bagian dada. Mak Onah pun berpulang pada-Nya. Dalam sujudnya Mak Onah meninggalkan semuanya dengan tenang. Tak ada yang merasa terbebani oleh Mak Onah, bahkan anaknya pun tak pernah direpotkan oleh wanita tua ini, hingga ke ujung hayatnya pun ia tidak merepotkan orang-orang.
Paginya ada seorang tetangga hendak bertamu ke rumah Mak Onah, akan tetapi Mak Onah sudah tergeletak tak berdaya di sajadahnya yang lusuh. Dia panik. Segeralah ia memanggil Pak RT, lalu diumumkan dimasjid, dan memberitahu anak Mak Onah yang di kota. Mak Onah pun dimakamkan di TPU Pulau Tiru.
Semua warga Desa Pulau Tiru menangis, mereka kehilangan Guru besar mereka. Mereka sangat merasa kehilangan, Guru mereka yang satu ini sungguh luar biasa.
Tidakkah kau tahu? Menjadi seorang guru bukanlah suatu yang gampang. Itu suatu pekerjaan mulia, pengabdian pada negara. Saya rasa Mak Onah layak untuk menjadi Guru seperti guru di kota. Gaji yang ia dapat tak sebanding dengan apa yang telah dia lakukan, namun tak surut semangatnya untuk mengajar anak – anak di Desa Pulau Tiru ini. Tetapi sayang, Mak Onah telah pergi dengan tenang, meski belum mendapat penghargaan dari negara. Tetapi warga Desa Pulau Tiru selalu mengenang jasa – jasa Mak Onah.
Senyuman di wajah Mak Onah selalu membuat setiap orang bergairah untuk bekerja, semangatnya yang tak pernah surut itu kini jadi panutan masyarakat Desa Pulau Tiru. Langkah langkah Mak Onah yang ringan menunjukan bahwa ia tak terbebani oleh semua pekerjaan berat ini kini menjadi diikuti masyarakat desa. Satu yang belum Mak Onah capai ialah membuka toko kuenya, dan melihat desanya maju. Kini impian Mak Onah telah dicapai oleh anaknya. Anaknya membuka toko kue, tokonya menjadi besar. Dari kios kecil menjadi toko yang sebesar Super Market. Dan kini desanya telah maju. Masyarakatnya telah mengalami peningkatan APBD yang sangat pesat. Kini di desanya banyak wisatawan asing, mereka yang hendak melihat keindahan Desa Pulau Tiru. Kini Mak Onah pasti bangga melihat Desanya sudah maju, juga melihat anaknya membuka toko kue yang besar seperti ini. Di hati masyarakat desa, nama “Mak Onah” kan terukir sepanjang masa.
1 komentar:
Weddan..
kren lah
Posting Komentar